Mitra Water

Solusi Kebutuhan dan Perawatan Air Anda

Kebutuhan Air Bersih untuk Keberlangsungan Produksi Pangan

Kebutuhan air bersih senantiasa mengalami peningkatan

Kebutuhan air bersih pada sektor pangan tentunya akan langsung mengarah pada sektor pertanian dan juga agrikultur. Irigasi pada sektor pertanian sangat bergantung pada ketersediaan air bersih dengan kuantitas dan kualitas yang stabil. Hal tersebut bertujuan untuk menunjang ketersediaan cadangan makanan global sehingga penduduk di bumi dapat melalui masa-masa sulit.

Sebut saja, di lokasi yang kering dan minim curah hujan, ketersediaan air bersih bak mutiara yang tak ternilai harganya. Akses yang mengalirkan air bersih seakan menjadi primadona bagi daerah kering dan minim akan curah hujan. Kondisi demikian inilah yang menjadikan kebutuhan untuk mengamankan supplai air bersih untuk keperluan produksi pangan sangat krusial.

Ketersediaan air bersih adalah satu permasalahan, selain itu masih ada isu distribusi air hingga ke berbagai lokasi yang membutuhkan. Terfokusnya anggaran untuk menyediakan supplai air bersih terkadang menyita dana yang berguna pula untuk sistem distribusi air. Padahal, penggunaan tersebut belum tentu efektif karena sering kali supplai air bersih tetap saja kurang.

Sehingga hanya tersisa pertanyaan tunggal, apakah dengan kondisi di atas supplai air akan mencukupi produksi pangan? Langkah yang harus ditempuh mungkin langkah yang sederhana akan tetapi membutuhkan tekad dan komitmen semua pihak. Sesederhana apapun solusi tersebut akan membuahkan hasil postif apabila berjalan secara berkesinambungan.

Air Bersih dan Perannya Pada Ketersediaan Pangan di Masa Depan

30 tahun dari sekarang adalah masa depan yang berbeda bagi dunia yang kita tinggali saat ini. Sudah merupakan rahasia umum jika, jumlah penduduk di dunia semakin lama semakin meningkat. Peningkatan tersebut tentu akan membawa sederet norma, budaya, dan kompleksitas baru bagi kehidupan umat manusia.

Air, Ketersediaan dan Kebutuhan Utama

Kompleksitas tersebut setidaknya, dalam konteks ini, akan menyinggung beberapa aspek penting. Persediaan air dan kebutuhan masyarakat akannya tentu akan berbeda dengan zaman kita sekarang. Jika sekarang saja 1 dari 50 lokasi di dunia masih mengalami kelangkaan air, tidak menutup kemungkinan pada 30 tahun mendatang angka tersbut akan menjadi lebih besar lagi.

Pangan, Domino Effect Paling Dini

Dari air kita beralih ke pangan, karena keterkaitan antara ketersediaan air bersih terutama dan hubungannya dengan ketersediaan pangan ibarat dua mata koin. Ketersediaan pangan akan berbanding terbalik jika pertumbuhan jumlah penduduk tidak terkendali. Kelaparan akan menjadi bom waktu jika kita tetap menjalani kehidupan tanpa rasa tanggung jawab akan sesama.

Pangan Anjlok! Pasar Naik!

Kelangkaan pangan tentu akan menjadikan harga di pasaran menjadi sangat mahal, hanya beberapa komoditas saja yang mungkin tidak terdampak. Jika makanan semakin langka dengan harga jual yang semakin tinggi, dapat kita bayangkan betapa sulitnya untuk memperoleh bahkan sesuap nasi. Hanya mereka yang memiliki akses penuh terhadap sumber utama saja lah yang dapat lolos dari permasalahan ini.

Drastis Belum Tentu Ekonomis

Berbicara harga tentu tidak akan terlepas dari aktifitas ekonomi global dan juga regional. Dengan semakin langkanya stok komoditas bahan makanan di pasaran, tentu akan membawa dampak yang siginifikan pada sektor ekonomi. Lonjakan harga sesaat tanpa diimbangi dengan adanya kontrol yang baik, hanya akan menyisakan kerugian di masa depan.

Sektor-Sektor Utama

Beberapa aspek tentu berpengaruh dan memegang peranan dalam keadaan dan kondisi terhadap beberapa sektor lainnya ke depan. Domino Effect yang pertama kali tentu tidak kita harapkan terjadi sebelum 30 tahun mendatang. Perubahan kebijakan, arah investasi, perkembangan teknologi dan trend masyarakat akan memainkan perannya mempengaruhi hasil akhir.

Dinamika lainnya yang juga akan memegang peranan penting adalah seberapa cepat pertumbuhan kebutuhan air bersih pada skala pemerintahan dan industri. Skala pemerintahan tentu terpengaruh oleh trend masyarakat yang diawali dengan adanya kebijakan baru. Sedangkan industri akan melihat perkembangan teknologi dan investasi sebagai celah untuk meningkatkan produksi pangan dan tentu menambah kebutuhan mereka akan air.

Menyinggung mengenai investasi di atas, industri tentu menghargai para investor yang bersedia menyokong dana dalam jumlah besar. Hanya saja, investor memiliki kecenderungan untuk memberikan dana besar untuk hasil yang besar dan cepat. Pertanyaannya adalah, apakah ada investor yang rela berinvestasi pada sistem jangka panjang dengan dana besar?

Semua penjabaran di atas nantinya akan berdampak besar pada produksi pangan secara global. Aspek yang menjadi penyebab utama akan kenaikan dan penurunan produksi pangan dunia tertuang pada penjabaran tersebut. Seberapa cepat pertumbuhan kebutuhan air di tingkat pemerintahan dan sektor industri, kondisi investasi yang melambat pada pengembangan sistem pengairan memainkan peranan vital pada stabilitas ketersediaan pangan di masa mendatang.

Kelangkaan Air Bersih untuk Irigasi

Kondisi Umum Konsumsi Air di Dunia

Para ahli memprediksikan, pada tahun 2025 akan ada kenaikan pengambilan air secara umum sebanyak 23 persen pada negara maju. Kenaikan tersebut tidak sebanding dengan kenaikan pada negara berkembang yaitu sebanyak 28 persen, angka ini lebih banyak daripada kebutuhan dari negara maju. Penambahan dengan angka tersebut menggunakan proyeksi kenaikan sejak tahun 1995 yang artinya dalam kurun waktu 30 tahun, pertambahan terjadi sebanyak 26 persen.

Pertambahan 26 persen dari pengambilan air tersebut tentu akan bertambah lagi dengan bertambahnya jumlah penduduk. Dengan demikian, maka apabila kita buat perhitungan secara mudah, maka pada 30 tahun mendatang berikutnya, maka akan ada kenaikan hingga 78 persen secara keseluruhan. Angka 78 persen itu akan bisa bervariasi jika setelah 2025 data yang paling aktual menggambarkan kondisi sebenarnya.

Kondisi seperti inilah yang menjadikan kelangkaan akan air menjadi masalah yang akan dihadapi di sebagian besar belahan dunia. Daerah yang paling awal terdampak adalah daerah kering seperti timur tengah dan sekitarnya. Dengan pertambahan yang hampir bisa dikatakan pasti terjadi, solusi dan strategi penanganan kelangkaaan dan kebutuhan air bersih harus segera terealisasikan.

Konsumsi Air untuk Irigasi ke Depan

Dari angka kenaikan kebutuhan air di atas, kebutuhan akan keperluan irigasi tidak sebanding dengan kenaikan pengambilan air. Hal semacam ini tentunya menunjukkan bahwa ada perlambatan kenaikan kebutuhan air untuk irigasi. Sebagaimana kita bahas sebelumnya, irigasi memegang peran dalam pengambilan air untuk produksi pangan.

Dari kondisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa pengambilan air yang meningkat secara signifikan pada negara berkembang khususnya, disebabkan bertambahnya penduduk atau pengguna. Pertambahan pengguna ini nyatanya tidak sebanding dengan ketersediaan pangan yang terindikasi dari minimnya pertambahan konsumsi air untuk irigasi.

Irigasi ke depan akan mendapat tantangan baru dari sisi lain karena pertambahan penggunaan air di luar konsumsi juga meningkat. Air non-konsumsi terkategorikan sebagai air yang digunakan dan tidak menghasilkan produksi apapun dan hanya berakhir ke selokan. Peningkatan itu tidak lain dan tidak bukan karena adanya pertambahan jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya.

Dengan kondisi demikian tentu prioritas akan jatuh kepada kebutuhan sipil atas non-konsumsi dibandingkan kebutuhan irigasi. Kesadaran akan penghematan dalam menggunakan air perlu ditanamkan dan diberikan semenjak dini. Penggunaan air secara sia-sia nantinya akan berdampak pula pada produksi pangan dan berimbas pada ketersediaan bahan pangan.

Mari Mengenal Virtual Water Trade

Konsumsi air untuk irigasi pada agrikultur yang tak sebanding dengan kebutuhan non-konsumsi tentu mengkhawatirkan. Kekhawatiran ini menyebabkan tiap negara, khususnya yang terdampak kelangkaan air, akan sangat berhati-hati dalam menentukan komoditas ekspor-impor. Komoditas yang merupakan bahan dari hasil pertanian yang tentunya bergantung pada irigasi memiliki nilai lebih.

Sekarang, beberapa negara mulai membatasi ekspor terhadap komoditas yang mengkonsumsi air sehingga air yang telah terpakai tidak keluar dari negara tersebut. Sebaliknya, negara yang cenderung tidak mengalami kelangkaan air saat ini, mengimpor komoditas yang terkait irigasi atau penggunaan air. Air yang berlimpah di suatu wilayah tentu lebih sedikit nilainya dibandingkan negara yang memiliki air dalam jumlah sedikit.

Meski sebagian sudah menerapkan kebijakan ekspor-impor dalam konsep virtual water trade di atas, nyatanya kenaikan impor bahan pangan akan melonjak. Pada negara berkembang kebutuhan impor bahan pangan akan bertambah menjadi 238 juta metrik ton. Kenaikan tersebut menggambarkan akan keadaan jumlah penduduk yang meningkat pula, dengan demikian perlombaan dalam pengambilan air semakin tidak bisa dihindari.

Kebutuhan Air Bersih untuk Ladang

Dari data di atas, sudah tergambar akan kondisi penggunaan ladang yang kenaikannya melambat sementara pertumbuhan penduduk semakin cepat. Dengan demikian pertumbuhan akan penggunaan ladang dalam produksi pangan memegang peranan penting untuk ketersediaan bahan pangan ke depan. Kelangkaan air menjadi penyebab utama trend penurunan pada laju pertumbuhan penggunaan ladang irigasi untuk produksi pangan.

Penurunan yang paling signifikan kembali lagi akan kita dapati di deretan negara-negara berkembang. Pada kondisi negara berkembang, teknologi pengolahan air masih berada pada level sistem sekali pakai. Masih belum banyak ditemukan fasilitas pengolahan air yang terstandar untuk pengolahan air secara lebih masif dan intensif. Kondisi geografis dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi, menjadikan kebanyakan negara berkembang maish bergantung pada kondisi alam.

Dengan banyaknya komoditas bernilai air tinggi yang diekspor dalam konteks virtual water trade, pada beberapa tahun mendatang, maka kondisi impor negara berkembang akan bahan pangan akan terus meningkat. Sementara di sisi lain, kemerosotan penggunaan ladang untuk produksi pangan semakin bertambah. Sehingga pertanyaannya sampai kapan trend ini akan terus berlangsung tanpa ada tanggapan? Akankah kita hanya menunggu hingga titik ketika air sudah langka, produksi pangan terhenti, dan kita hanya bisa berdiam diri saja?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *