
Optimasi Pengolahan Air Berkelanjutan berfokus pada pengolahan dari hulu ke hilir yang melibatkan air sebagai bahan baku utama. Air merupakan sumber daya yang melimpah dan berperan menunjang ekosistem kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan di bumi, kualitas air semakin hari semakin menurun.
Di seluruh belahan dunia akan kita dapati fasilitas pengolahan air, untuk senantiasa dapat menyediakan kualitas air yang baik. Namun, dari pengolahan ini pun juga masih kita dapati bahwa sebagian besar masih menggunakan cara-cara yang sudah usang. Cara-cara tersebut hanya mengedepankan produksi air bersih dan layak pakai tanpa mengoptimalkan dan mengintegrasikan potensi dari air.
Berbicara mengenai potensi dari air, banyak sekali peluang yang bisa kembangkan dari segi pengolahan air saja. Sebut saja mulai dari energi lilstrik berupa Hydropower, kemudian yang sekarang sedang naik daun, adalah ekstraksi unsur Hidrogen dari air dengan elektrolisis. Dari contoh tersebut, dapat kita perhatikan bahwa, ada potensi besar dari pengolahan air, namun realisasinya masih jauh dari kata optimal.
Lalu, bagaimana kita mengoptimalkan pengolahan air? Berikut pembahasannya
Optimasi Pengolahan Air Limbah Domestik
Limbah domestik, kita kenal pula dengan limbah rumah tangga, merupakan pengolahan air yang sejatinya cenderung lebih mudah. Limbah dari penggunaan rumah tangga umumnya tidak memiliki kandungan logam-logam berat tidak seperti pada kondisi limbah insdustri. Namun, sayangnya pengolahan limba rumah tangga, masih terjebak dengan pola pikir sederhana dan tradisional.
Saluran limbah rumah tangga umumnya berujung pada pembuangan akhir yaitu sungai, sehingga menjadikan sungai penuh limbah rumah tangga. Bahkan pada beberapa temuan, limbah industri juga nyatanya ‘dumping’ ke sungai. Sehingga kualitas air sungai semakin menurun lagi, sehingga pengolahan juga akan semakin kompleks.
Namun, pengolahan air yang semakin kompleks ini bukan berarti tidak bisa teratasi, melainkan hanya perlu komitmen dalam pemecahan masalah. Jika memang penyelesaian masalah memerlukan komitmen dari seluruh elemen masyarakat, maka perlu sosialisasi yang masif dan terstruktur. Namun, jika ternyata penanganan bisa kita lakukan dengan mengoptimalkan anggaran yang ada, maka tentu ini perlu perhatian dari sisi perencanaan.
Perencanaan Jangka Panjang
Sebagian proyek pengolahan air baik dari sisi swasta maupun pemerintahan, seringkali jarang melibatkan perencanaan jangka panjang. Umumnya pengolahan air yang sedang diterapkan dan berlangsung adalah pengolahan air jangka menengah bahkan jangka pendek. Hal ini tentu tidak terlepas dari kurang kesadaran terhadap tantangan ke depan akan kesulitan memperoleh air bersih dan layak guna.
Pengolahan air dalam jangka panjang tentunya akan sedikit banyak melibatkan keberadaan energi yang menjadi bahan bakar utama operasional dari pengolahan air. Mungkin, pada beberapa dekade lalu, tidak ada yang mengira jika ancaman perubahan iklim akan datang secepat ini. Namun, seperti biasa sebagian besar dari kalangan yang memegang kekuasaan mengesampingkan masalah krusial karena bertabrakan dengan faktor keuntungan dan kepentingan.
Apa bentuk nyata perencanaan jangka panjang yang bisa kita wujudkan?
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan dan tidak banyak meninggalkan jejak karbon. Selain itu, penggunaan bahan kimia bisa kita tekan seminimal mungkin dengan menggunakan sistem pengolahan secara mekanik secara optimal. Pada sebagian besar negara yang sudah sadar akan kebutuhan ini, investasi akan pengolahan air tersebut menjadi prioritas.
Dan yang menjadi perhatian utama juga, terkait limbah yang akan kita hasilkan dari tiap masing-masing metode yang kita pilih. Penanganan limbah domestik tentu kita harapkan tidak menghasilkan lebih yang lebih berbahaya. Oleh karena itu, optimasi pengolahan semua material yang ada menjadi penting, sehingga setiap material tergunakan sesuai fungsi dan manfaatnya.
Tantangan Optimasi Pengolahan Air Berkelanjutan: Pola Pikir
Tantangan paling utama dalam menerapkan optimasi pengolahan air dengan asas berkelanjutan adalah mindset publik. Hal ini berkaitan dengan banyak aspek, salah satu yang paling berperan adalah pendidikan. Penanaman bahwa pengolahan terhadap sumber daya alam harus senantiasa disertai dengan pola pengolahan bertanggung jawab menjadi penting dalam kurikulum pendidikan.
Persoalannya adalah, banyak dari lulusan lembaga pendidikan hanya berfokus pada keberhasilan yang tampak dan mengesampingkan yang tidak tampak. Padahal dalam konsep keberlanjutan, secara umum semua teori berasal dari prediksi yang bersifat terukur dan terbukti secar ilmiah. Namun, apakah hal tersebut dapat terlihat secara faktual, belum tentu, semua perhitungan menuntut kita untuk senantiasa beradaptasi.
Dalam prosesnya makhluk hidup senantiasa berusahan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggalnya. Jika kita berkaca pada beberapa periode-periode kehidupan di bumi sebelumnya banyak kita lihat efek dari adapatasi lingkungan. Salah satunya adalah, perubahan bentuk tubuh yang menyesuaikan untuk kehidupan pada kondisi lingkungan tertentu.
Meski, ini adalah sebagian dari teori evolusi darwin, namun yang dapat kita amati adalah, makhluk hidup akan senantiasa berubah. Menyesuaikan dengan kondisi dan masa tempat ia hidup dan tinggal, begitu juga manusia, yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi iklim yang mungkin mengalami perubahan. Berbeda dengan makhluk hidup lain, manusia memiliki kemampuan lebih baik dalam mencegah perubahan signifikan oleh kondisi alam tersebut.
Tantangan Optimasi Pengolahan Air Berkelanjutan: Peran Manusia
Titik di mana kegiatan dan aktivitas manusia memengaruhi lingkungan sekitarnya, nampaknya sekarang sudah mulai terealisasi. Artinya, segala bentuk perubahan yang ada di Bumi sekarang berkaitan dengan aktivitas manusia. Dengan demikian, sedikitnya manusia memiliki kontrol terhadap perubahan ini baik ke arah yang positif maupun negatif.
Namun, perubahan ke arah positif maupun negatif ini seluruhnya untuk saat ini sering dianggap masih sebatas kalkulasi dan prediksi. Sehingga, gerak langkah umat manusia di Bumi, masih senantiasa dibayangi dengan keraguan dan kebimbangan. Menghadapi dan memutuskan sesuatu yang ada di depan jauh lebih mudah dari pada yang tak kasat mata.
Terlebih lagi, dalam setiap keputusan, selalu ada konsekuensi finansial yang akan muncul dan harus kita hadapi. Oleh karena alasan inilah sebagian besar masih berada dalam langkah yang terkesan tak bergeming dan meragukan prediksi-prediksi dan kalkulasi. Pertimbangan yang lebih besar adalah, tidak makan hari ini untuk esok hari atau makan hari ini dan tidak makan esok.
Hari esok yang dianggap masih abu-abu itulah yang sering kita tinggalkan dan lebih memilih sesuatu yang lebih pasti yaitu hari ini. Hal ini pula yang menyebabkan pola pikir dan peran manusia dalam optimasi pengolahan air berkelanjutan menjadi tantangan. Siapa yang akan percaya jika besok tidak akan lagi turun hujan sementara lautan masih terbentang luas?
Tantangan Optimasi Pengolahan Air Berkelanjutan: Peran Teknologi
Berbicara perubahan tentunya tidak akan terlepas dari penggunaan teknologi baru untuk mengatasi sejumlah kemungkinan masalah. Namun, penguasaan teknologi yang tidak merata ini pula yang menjadi tantangan bersama untuk mewujudkan optimasi di semua sektor. Tak hanya pengolahan air, sektor teknologi sekarang sudah menyebar di hampir semua sektor lain.
Dengan tidak meratanya teknologi, hambatan pola pikir dan peran manusia yang kontraproduktif, menjadikan optimasi terganjal. Optimasi yang seharusnya dapat terwujud dalam jangka waktu yang sangat sempit semakin tertunda dan kemungkinan berada di luar batas akhir. Dan ketika sudah tidak ada waktu lagi, umumnya pembengkakan biaya pun akan terjadi dan kita terjebak pada tantangan berikutnya.
Tantangan Optimasi Pengolahan Air Berkelanjutan: Peran Ekonomi
Seakan seperti siklus yang senantiasa berulang, berawal dari keengganan, berakhir menjadi perilaku, maka masalah himpitan ekonomi tinggal menuai. Hal ini bisa terjadi, mana kala ada pihak yang juga memanfaatkan kondisi ini untuk meraup keuntungan. Tentu secara moral ini tidak bisa diterima, namun potret seperti ini sudah kerap kita temukan pada peristiwa-peristiwa yang ada.
Selain itu, dengan semakin menjadi-jadinya gorengan-gorengan produk yang sedang tinggi permintaan, tentu menciptakan efek berantai. yang paling mudah tertebak adalah, dengan adanya pengambilan keuntungan besar-besaran, sedikit banyak akan menyebabkan inflasi. Meski sesaat terkesan, keuntungan berlipat dapat memperkuat ekonomi, tapi nyatanya dampak negatif dari pola seperti ini akan terasa beberapa tahun berikutnya.
Optimasi Pengolahan Air Limbah Industri
Secara umum, pengawasan terhadap limbah industri mungkin lebih ketat jika kita bandingkan dengan limbah domestik. Selain kuantitas dan unsur yang lebih memberikan dampak pada lingkungan, pengolahan limbah merupakan bentuk tanggung jawab sektor industri. Namun, sejatinya, pengolahan air limbah industri masih banyak kita temukan, bergantung pada sistem yang sederhana, dan lebih mengedepankan hitungan ekonomi dan biaya.
Meski sejatinya menghitung ekonomi dan biaya atas pengolahan, tidak sepenuhnya salah bahkan tidak bisa kita salahkan, namun hal tersebut juga tidak dibenarkan. Menjadikan perhitungan biaya sebagai acuan utama dalam menentukan semua jenis kebijakan pengolahan limbah tentu akan menimbulkan permasalahan. Yang paling mudah adalah tidak adanya program jangka panjang dengan sistem yang hanya menyelesaikan masalah pengolahan limbah sementara.
Pengolahan air limbah dari industri kebanyakan masih dapat kita temukan hanya berada pada level reklamasi sumber daya air. Sehingga air dari proses produksi dapat kita olah kembali setelah tercampur dengan sumber air utama. Namun, optimasi dari pengolahan limbah tidak hanya sebatas agar selamat dari jerat hukum atau sanksi, seharusnya ada tanggung jawab disertai dengan inovasi.
Inovasi dapat berupa berbagai hal yang menjadikan pengolahan air limbah industri seluruhnya terintegrasi dan benar-benar menugusung zero waste. Akan tetapi sebagaimana tantangan yang kita temukan pada sektor domestik, pengolahan tingkat industri juga mendapat tantangan yang sama.
Perencanaan Berkelanjutan
Terlepas dari perlombaan untuk menguasai pasar dan perekonomian dunia, poin keberlanjutan nampaknya menjadi fokus sebagian pihak sekarang ini. Namun, tidak sedikit pula yang masih belum menerapkan dan menjadikan keberlanjutan menjadi fokus utama. Kendala yang paling besar tentu terletak pada kondisi perekonomian dan dukungan dari iklim investasi.
Industri hanyalah potret besar dari bagaimana dinamika di sektor non-industri bergerak. Sederhananya, sektor industri hanyalah cerminan dari kondisi sektor rumah tangga yang sedang mengalami banyak perubahan ataukah berjalan di tempat. Beberapa industri bergerak tanpa memiliki arah perubahan yang terstruktur mengikuti dan melibatkan dinamika perubahan lingkungan.
Bisa kita simpulkan, sebagian besar industri menganut sistem ‘business as always’ dan hanya berperan menambah pekerjaan rumah untuk kesehatan lingkungan. Perbedaan dari optimalisasi di bidang industri, nampaknya harus dengan campur tangan pembuat kebijakan. Perihal ini pernah kami bahas pada artikel sebelumnya bagaimana pembuat kebijakan memiliki peran penting dalam masalah ini.
Mengutamakan Visi Berkelanjutan Bagi Industri Berkembang
Poin ini yang mungkin masih bisa kita harapkan, yaitu ‘start fresh’ memulai sesuatu dengan cara dan pola pikir baru yang masih ‘fresh’. Berusaha memperbaiki industri turun temurun yang sudah berabad-abad mengesampingkan masalah alam bukan hal yang mudah. Akan tetapi mengelola yang baru akan terjun untuk menerapkan pola pikir berkelanjutan ini yan g bisa kita lakukan.
Lambat laun, semua industri yang tidak mengedepankan aspek keberlanjutan tentunya akan semakin merasakan kerugian. Karena tentu saja, perkembangan industri tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan bagaikan bumerang yang akan kembali mengenai pelemparnya. Efek bumerang inilah yang bisa kita asumsikan akan terjadi jika pola pikir dalam industri kita hanya untuk ‘survival’.
Kesadaran akan menciptakan lingkungan pengembangan industri yang berkelanjutan juga tidak lepas dari masifnya kurikulum dalam sektor pendidikan.
Ujung Tombak Optimasi Utama: Pendidikan
Setiap pergerakan tentu memerlukan komitmen dan pemahaman, dan tidak ada tempat yang lebih tepat untuk itu kecuali lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan dapat kita lihat dari elemen yang paling kecil dan informal yaitu keluarga. Bagaimana pola pikir sebuah keluarga dalam memahami dan menerapkan aspek keberlanjutan ini menjadi benih awal perubahan besar.
Jika dari keluarga saja, kebiasaan penghabisan energi secara masif masih sering kita lakukan, maka tidak menutup kemungkinan hal ini berlanjut hingga dewasa. Dan ketika dewasa, seseorang akan membuat keputusan-keputusan yang mana akan berujung entah pada keberlanjutan atau sebaliknya. Meski demikian, perna keluarga juga tidak bisa berdiri sendiri, tentunya dukungan dari lingkungan pendidikan lain juga menjadi hal penting.
Kesimpulan
Optimasi pengolahan air berkelanjutan menyisakan tanda tanya besar bagi semua penduduk yang di bumi, bagaimana kita bisa berkomitmen? Menghadapi sesuatu yang nyata tapi terkesan fatamorgana memang bukanlah hal yang mudah. Jika ingin mudah, maka, setiap orang harus merasakan efek negatif dari apa yang sudah mereka tanam sendiri, tapi bagaimana caranya?
Tidak ada cara yang lebih baik dari pada alam yang memberikan kita pelajaran, manusia tidak akan pernah merasa dalam bahaya kecuali memang ia dalam bahaya. Namun, kewaspadaan itu semakin berusaha untuk kita hilangkan dengan yang kita sebut teknologi. Kegusaran, kekhawatiran dan ketidakpastian berusaha kita hilangkan dengan semakin mengembangkan teknologi.
Namun, terkadang kita lupa, bahwa teknologi senantiasa memiliki batasan kemampuan, dan sumber daya yang kita kerahkan juga memiliki batasan. Hal ini, yang terkadang tidak tersampaikan secara turun temurun pada saat manusia mengembangkan teknologi. Dan ketika ideologi ini berhadapan dengan ‘uang’ maka tidak perlu esok hari untuk mengubah persepsi.
Sehingga kita sekarang dihadapkan, akankah kita senantiasa berpikir dan bergantung pada ‘uang’? Bagaimana jika datang suatu masa di mana uang tidak lagi bernilai, dan yang selama ini kita kejar tidak berarti bagi kita. Hanya karena ego sejenak kita meninggalkan kehidupan berkelanjutan yang dapat menjamin keberlangsungan spesies manusia dari kepunahan.
Jika kita tidak bertindak lantas apakah waktu tunggu masih tersedia bagi kita? Atau jangan-jangan sudah tidak ada waktu lagi, namun sayangnya, kita tidak peduli terhadap jam yang semakin bergerak cepat. Waktu semakin menipis, sementara pekerjaan rumah kita semakin bertambah, sekarang kita kerjakan atau kita akan menyesal selamanya?