Mitra Water

Solusi Kebutuhan dan Perawatan Air Anda

Pengolahan Air Pakan Udang

Pengolahan Air Pakan Udang

Pengolahan Air Pakan Udang
Artemia, Sea Monkeys, Brine Shrimp

Pengolahan Air Pakan Udang– Dalam budidaya udang vaname, faktor makanan udang menjadi krusial karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang vaname memiliki diet makanan berupa udang yang lebih kecil yang kita kenal dengan Artemia. Artemia (brine shrimp) yang juga memiliki sebutan sea monkeys menjadi pakan untuk budidaya udang vaname.

Seperti udang vaname, sesuai namanya, artemia ini hidup dalam kondisi air yang tergolong air asin dengan kadar 30 ppt. Dan kondisi salinitas tersebut merupakan kondisi optimal bagi artemia dan tidak boleh kurang dari 25 ppt. Hal ini juga yang menjadikan artemia memiliki penyebaran yang terbatas sesuai dengan faktor geografis salinitas airnya.

Kadar salinitas ini selain menjadi penentu dari habitat persebaran artemia, juga berperan pada sistem rantai makanan. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, artemia ini menjadi makanan bagi beberapa biota lain. Keadaan salinitas yang konsisten ini yang menjaga ketersediaan artemia sebagai sumber makanan pada ekosistem brine water.

Pengaruh Salinitas Pada Artemia

Pengolahan salinitas air menjadi kunci suksesnya perkembangbiakan artemia yang berguna untuk ketersediaan pakan udang. Selain dari salinitas, beberapa faktor lain sebenarnya juga memberi pengaruh bagi pertumbuhan artemia seperti temperatur, pencahayaan, dan lain-lain. Dengan adanya faktor-faktor tersebut terkadang menjadikan pertumbuhan artemia tidak dapat kita jumpai meski pada kondisi salinitas baik.

Kadar salinitas nyatanya memiliki hubungan dengan iklim pada suatu wilayah, di mana iklim tropis lebih rendah kadar salinitasnya. Hal itu terjadi, karena pada iklim yang lembap, tingkat presipitasi yang tinggi lebih menghasilkan banyak air tawar. Presipitasi tadi yang menjadikan air cenderung lebih tawar dan bisa mencapai kadar di bawah 25 ppt.

Sebaliknya, pada kondisi iklim yang memiliki tingkat evaporasi tinggi melebihi tingkat presipitasi sebanyak 97% terdapat populasi artemia. Dengan demikian, ini menjadi tantangan tersendiri untuk budidaya udang vaname pada iklim tropis. Seperti Indonesia yang memiliki iklim tropis, tentunya kadar presipitasi harus terjaga terlebih lagi salinitas air.

Pengolahan Salinitas Air Pakan Udang

Pengolahan Air Pakan Udang– Faktor salinitas memang menjadi perhatian utama karena terkait dengan habitat dari artemia. Namun, hal ini sebenarnya tidak terlalu sulit karena kontrol kondisi air kurang lebih sama dengan udang vaname. Sehingga, sejatinya, apabila habitat dari udang vaname sudah terbentuk, maka habitat dari artemia juga terbentuk.

Hal ini akan menjadi lebih menantang apabila sistem budidaya berada pada ruang terbuka yang memungkinkan terpapar air hujan. Air hujan merupakan air tawar yang dapat menurunkan kadar salinitas pada kondisi fasilitas kolam outdoor. Dengan demikian, pengolahan air untuk pakan udang pada kondisi iklim tropis lebih cocok pada kondisi indoor.

Kondisi indoor lebih memungkinkan penggunaan sistem yang terkontrol dan juga memiliki cadangan brine water. Air dengan kadar salinitas tinggi ini nantinya bisa dengan melalui injeksi secara periodik ke air untuk menjaga kadar salinitas pada sistem resirkulasi. Selain itu dalam pengolahan air untuk pakan udang, toleransi sedimen dalam air juga penting.

Kandungan Ammonia

Pengolahan Air Pakan Udang– Ammonia dalam air yang tidak terionasi umumnya memberikan efek pada biota laut seperti artemia. Kadar ammonia yang tidak terionasi dalam air tempat tinggal artemia baiknya berada di bawah 50 mg/l. Toleransi ini terbilang cukup tinggi jika kita bandingkan dengan toleransi dari udang vaname yaitu 0.4 mg/l.

Kandungan Nitrate

Pengolahan Air Pakan Udang– Nitrate adalah senyawa yang ada akibat dari adanya sisa pencernaan (feses) yang juga berbahaya bagi artemia. Kandungan maksimum nitrate yang masih bisa ditoleransi adalah kurang dari 1000 mg/l. Hal ini juga berkaitan dengan kandungan yang berkaitan lainnya yaitu nitrit yang merupakan hasil dari nitrifikasi dari nitrate.

Kandungan Nitrit

Pengolahan Air Pakan Udang– Kandungan nitrit merupakan turunan dari adanya nitrate dari sisa kotoran yang juga berbahaya bagi artemia. Nilai maksimum nitrit yang aman bagi artemia berada pada angka kurang dari 320 mg/l yang lebih rendah dari nitrit. Dengan demikian, bisa kita simpulkan bahwa kandungan nitrit jauh lebih berbahaya bagi keberlangsungan artemia.

pH air, Oksigen terlarut dan Suhu

Pengolahan Air Pakan Udang– Ketiga faktor di atas memiliki angka optimal masing-masing sebagai berikut

  • pH air : 8 (optimal), <6.5 atau >8 berbahaya
  • Oksigen terlarut (DO) : 5 mg/l (optimal), <2 berbahaya
  • Suhu : 25 derajat Celsius (dewasa), -18 derajat Celsius (telur)

Pencahayaan

Pengolahan Air Pakan Udang– Pencahayaan juga memiliki faktor penting bagi Artemia di mana untuk dewasa membutuhkan 32 lx (Lux Illuminance). Sementara untuk telur membutuhkan 0 lx atau zero light, yang mana sama sekali tidak memerlukan cahaya. Bahkan lebih dari 0 lx merupakan angka yang berbahaya bagi telur, sehingga dengan demikian telur artemia memerlukan tempat dingin dan gelap.

Metode Pengolahan Air Pakan udang

Pengolahan air pakan udang sejatinya tidak sulit jika memang kondisi geografis memadai dan sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, akan timbul tantangan apabila pengembangan spesies berada di luar habitat aslinya seperti artemia. Salah satunya di Indonesia yang merupakan negara dengan iklim tropis, begitu juga beberapa Asia Tenggara lainnya.

Budidaya artemia di Indonesia ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1980 dari Amerika Serikat berikut beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Meski beriklim tropis nyatanya negara-negara ini termasuk pada persebaran populasi artemia. Tidak seperti Indonesia, negara garis khatulistiwa lain seperti beberapa negara di Afrika tidak termasuk dalam peta persebaran.

Hal ini menunjukkan pengolahan air artemia yang berguna sebagai Live Feed atau Pakan hidup Udang vaname sudah terwujud. Meski sebenarnya artemia ini terbilang memiliki toleransi air yang cukup baik, dalam artian daya tahannya baik, pengolahan air tetap penting. Menjaga kondisi air yang tetap stabil pada kondisi yang cukup variatif membutuhkan perhatian yang lebih.

Enterocytozoon hepatopenaei (EHP)

Pengolahan Air Pakan Udang– Poin ini merupakan poin yang amat krusial di mana pengolahan air berperan untuk mencegah pertumbuhan penyakit. Penyakit umumnya bisa menyerang melalui infeksi dan kontaminasi dari mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang berbahaya dan dapat menyebabkan serangkaian masalah adalah Enterocytozoon hepatopenaei (EHP).

Dalam hal ini pengolahan air pada budidaya pakan udang sangat berperan penting sebagai tindakan preventif sebelum EHP menginfeksi inangnya. Artemia salah satunya, merupakan biota yang menjadi inang dari beberapa microsporidia dan juga cacing pita (tapeworm). Oleh karena itu, air yang merupakan media utama harus melalui sistem sirkulasi agar terjaga dari kontaminasi mikroorganisme merugikan.

Pengolahan Air Pakan Udang dengan Sistem Ultrafiltrasi

Pengolahan air pakan udang bertujuan untuk mencegah adanya kontaminasi mikroorganisme merugikan seperti EHP yang mampu menjangkiti artemia. Artemia yang sudah terjangkit akan menjadi inang dan akan menyebabkan udang vaname juga terjangkit. Akibatnya udang vaname akan terkena penyakit dan menyebar ke populasi secara menyeluruh.

Dengan adanya sistem filtrasi dengan teknik ultrafiltrasi, keberadaan mikroorganisme akan tereliminasi dengan sendirinya. Diameter pori-pori pada membran UF yang begitu kecil hingga ukuran 0.01 mikron, akan menyebabkan mikroorganisme seperti EHP terperangkap. Hasilnya, air yang telah melalui sistem UF, akan steril dari kontaminasi lanjutan, dan mencegah perkembangan EHP lebih lanjut.

Pengolahan air untuk pakan udang hidup dengan sistem Ultrafiltrasi juga mampu untuk menyediakan salinitas sesuai kebutuhan. Sistem UF yang tidak sampai ke proses desalinasi, akan menjadikan kadar salinitas pada air tetap terjaga dengan tingkat sterilisasi lebih baik. Sterilisasi tambahan umumnya menjadi opsi juga untuk mencegah adanya kontaminasi di luar lingkup kerja sistem ultrafiltrasi.

Sterilisasi Air pada Pengolahan Air Pakan Udang

Isu sterilisasi tetap menjadi pertimbangan saat berbicara terkait kemungkinan kontaminasi dari mikroorganisme. Meski mesin UF telah menyaring sedimen dan endapan yang lebih besar dari pori membran UF (0.01 mikron) masih ada potensi kontaminasi terjadi di luar UF. Kontaminasi ini yang mungkin bisa teratasi dengan alat sterilisasi tambahan seperti ozon generator.

Sistem ozon generator yang berfungsi menghasilkan gas ozon yang diinjeksi pada air, dapat membunuh mikroorganisme seperti EHP. Namun, perlu kita pahami bahwa sterilisasi menggunakan ozon tidak boleh langsung berinteraksi dengan artemia. Reaksi dari radiasi senyawa ozon berbahaya untuk makhluk hidup, sehingga reaksi ini yang dapat berfungsi sebagai pembunuh mikroorganisme.

Sterilisasi pengolahan air untuk pakan udang dengan menggunakan sistem ozon generator umumnya berada pada sterilisasi saluran perpipaan. Saluran-saluran ini yang umumnya rentan terjadi kontaminasi, karena kontrol terhadapnya terbilang jarang dan sulit. Sehingga dengan menggunakan ozon sebagai pengaman, meski seandainya ada kontaminasi, hal itu bisa teratasi dengan adanya sistem sterilisasi tersebut..

Tantangan lain yang mungkin ada pada pengolahan air pakan udang adalah masalah oksigen terlarut atau DO. Maka dengan menggunakan sistem ozon sterilizer, setelah bereaksi dengan kontaminan di air, maka senyawa ozon akan berubah menjadi oksigen. Tentunya hal ini berdampak baik, namun tetap, nilai DO tetap harus berada dalam angka optimum dan bisa terkurangi dengan oxygen scavenger.

Pengembangan Pengolahan Air Pakan Udang

Pengolahan air pakan udang meski terbilang cukup kompleks namun nyatanya telah banyak sistem yang mampu mengatasi masalah ini. Meski untuk saat ini penggunaan Ultrafiltrasi sudah terbilang baik namun, masih ada celah pengembangan yang bisa kita lakukan. Sisi pengembangan ini nantinya bisa berfokus pada dua hal, baik dari segi biologis dan non-biologis.

Pengembangan biologis

Pengembangan secara biologis pada pengolahan air pakan udang dapat menjadi alternatif apabila keberadaan energi sangat terbatas. Penggunaan predator natural dari mikroorganisme dapat menjadi pertimbangan pada sistem budidaya artemia yang berguna untuk pakan udang. Tentunya hal ini dengan tetap melakukan kontrol dan serangkaian penelitian valid yang menjamin keberhasilan dan keamanan sistem.

Tujuan dari pengembangan sistem pengolahan air pakan udang nantinya menyasar kepada rekayasa dari predator alami penyakit pada pakan udang. Dan tentunya dengan adanya pengembangan tersebut, dapat menjadi solusi ke depan agar tidak bergantung pada energi fosil. Sebagaimana kita ketahui bersama, keberadaan energi fosil sebagai sumber utama energi listrik saat ini telah mencapai titik rawan dan akan habis dalam beberapa tahun.

Sistem pengolahan air pakan udang yang masih terus bergantung dengan keberadaan energi maka akan mengalami kesulitan di beberapa tahun mendatang. Tentu saja, kesulitan ini akan berimbas pada skala yang lebih besar jika masing-masing manufaktur tidak segera mengambil tindakan. Pengembangan biologis ini juga sebenarnya lebih efisien dan efektif dalam menyediakan pangan yang minim rekayasa (alami) sehingga lebih sesuai untuk kesehatan.

Pengembangan Non-Biologis

Dari sisi non-biologis sebenarnya masih menjadi pilihan dalam pengolahan air pakan udang. Alasannya sederhana, karena cara ini adalah cara paling hemat untuk saat ini dengan tingkat keberhasilan yang dapat terhitung. Tingkat jaminan keberhasilan sistem juga lebih terjamin menggunakan sistem non-biologis jika kita bandingkan dengan sistem biologis.

Meski demikian, pengembangan pengolahan air pakan udang dari sisi non-biologis sama halnya dengan energi fosil, terbatas. Artinya, dalam beberapa tahun ke depan, akan ada kelangkaan yang menjadikan harga naik sehingga berimbas ke daya beli. Dengan daya beli yang menurun tentunya juga akan berimbas pada kapasitas produksi yang mulai mengalami penurunan secara bertahap.

Dengan adanya proyeksi tersebut, maka pengembangan non-biologis harus lebih fokus pada pengolahan air pakan udang yang bersifat sustainable. Artinya, penggunaan komponen yang bisa berfungsi dalam periode yang berulang bukan hanya menggunakan sistem single usage. Hanya saja perlu ada sistem yang dapat mengatasi sequence perawatan secara otomatis dan tidak tergantung pada manusia.

Kesimpulan

Perubahan sistem otomatisasi pada pengolahan air pakan udang ini nantinya yang mampu untuk menandingi pengembangan biologis. Sebab, secara konsep, keduanya akan memiliki kelebihan jika semuanya berbasis sustainable energy dan sustainable resource. Hanya saja letak perbedaannya berada pada otomatisasi yang bersifat biologis atau non-biologis (mekanik).

Namun tetap saja kedua pengembangan pengolahan air pakan udang keduanya masih memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang paling menonjol adalah soal biaya yang menjadi konsekuensi dari pengembangan tersebut dan juga tingkat keberhasilan riset. Keduanya akan memberikan pandangan jangka panjang dan juga jangka pendek yang akan berpengaruh pada keberlangsungan budidaya.

Pendekatan biologis lebih menjanjikan untuk biaya perawatan yang mungkin cenderung lebih murah untuk pengolahan air pakan udang. Namun hal itu tentu tidak datang begitu saja, sebab pastinya ada biaya riset yang tidak sedikit untuk mencapai tujuan. Tujuan dari sisi efektivitas dan efisiensi sistem pastinya yang menjadi kendala utama dari pendekatan ini.

Lain halnya dengan pendekatan non-biologis yang lebih menjanjikan dalam waktu dekat dan mungkin dengan biaya riset yang murah. Namun, hal ini tentu saja bukan tanpa pengorbanan, dalam waktu singkat pula ketergantungan terhadap energi fosil bisa menjadi bom waktu. Butuh waktu lama untuk memastikan siklus bekerja secara otomatis dan menghasilkan energi terbarukan.

Bukan hanya soal waktu dan dana yang menjadi masalah, lebih dari itu adalah, kondisi sosio-ekonomi yang mungkin terjadi juga berperan. Dalam hal ini, kejadian seperti peperangan, bencana alam, dan semacamnya memberikan pergeseran yang cukup signifikan pada rencana-rencana jangka panjang. Sehingga di sini akhirnya kita berakhir pada suatu dilema, apakah bergantung dengan yang ada sekarang atau merencanakan yang masih belum pasti untuk masa depan?

Akankah arah pengembangan pengolahan air untuk pakan udang yang dipilih lebih menyesuaikan budget atau keberlangsungan? Bagaimana mempertimbangkan pengembangan yang lebih efektif untuk saat-saat terburuk sekali pun? Dan jika memang, pengembangan itu benar kita butuhkan, lalu apakah pengembangan itu berdampak ke kehidupan kita?

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *