Salah paham akan air mungkin terkesan cukup membingungkan, karena selama ini sebagian besar kita, merasa benar dalam memahami air.
Akan tetapi, benarkah demikian? salah paham akan air
Semua sepakat bahwa air adalah sumber kehidupan, di banyak literatur, mulai dari karya ilmiah maupun teks religius, menjelaskan betapa pentingnya air.
Sebagian besar dari populasi manusia pun secara tidak sadar tentu akan menyetujui bahwa air begitu penting dalam kehidupan. salah paham akan air
Tapi nyatanya, aktivitas kita sehari-hari jauh dari persetujuan tersebut yang mudah terucap dari lisan kita.
Air yang kita nikmati saat ini, menurut Frank R. Spellman dalam bukunya The Drinking Water Handbook, memiliki jumlah yang relatif sama. salah paham akan air
Bahkan dia menyatakan, bahwa bisa jadi, air yang kita minum saat ini adalah air yang dahulu merupakan air yang makhluk-makhluk purbakala minum darinya.
Artinya, dalam kondisi ekstrem sekalipun, sejatinya, hakikatnya, air selalu ada di bumi, tidak bertambah dan tidak berkurang.
Namun, kita perlu memahami juga, berbagai kondisi iklim, turut mempengaruhi ketersediaan air untuk bisa kita gunakan.
Jika pada zaman dahulu, isu perubahan iklim paling jelas terlihat pada bagaimana para ilmuwan menyatakan adanya zaman es. salah paham akan air
Tentunya di zaman sekarang pun dengan isu perubahan iklim, ada kemungkinan umat manusia akan menghadapi konsekuensi perubahan iklim seperti zaman es. salah paham akan air
Jika kita melihat dari sisi ketersediaan air, bukan airnya yang tidak ada namun lebih kepada, air ada tapi tidak bermanfaat.
Potret semacam ini juga ada dalam teks religius khususnya di dalam kitab suci Al-Quran, dalam surat Al-Kahf (Gua) : 41.
Yang sudah sejak 14 abad lalu mengingatkan bagaimana kondisi air yang ada tapi tidak dapat terjangkau dengan teknologi kala itu. salah paham akan air
Dengan demikian, kondisi semacam ini bisa saja terjadi kembali jika kita melihat dari perspektif teori generasi.
Bagaimana pada suatu titik tertentu, potret-potret yang dulu sempat terjadi memiliki kemungkinan besar akan terulang kembali. salah paham akan air
Kembali Memahami Air Lebih Dalam
Hanya saja, dengan adanya berita-berita dan juga fakta dari masa lalu dan saat ini, apa yang bisa kita lakukan?
Beberapa hal terkait air dan sanitasi belakangan ini mendapat respon dan porsi cukup besar di seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia sendiri, pada beberapa waktu lalu di bulan Mei tahun 2024, terselenggara event terkait pengolahan air bernama world water forum. salah paham akan air
Hal ini selaras dengan bagaimana dunia, melalui PBB, melihat air sebagai salah satu sumber daya alam yang patut kita jaga. salah paham akan air
Namun, semua usaha ini nampaknya masih belum menyentuh lapisan terkecil dari masyarakat yaitu keluarga.
Pada level keluarga, kita ambil contoh di Indonesia, faktor pendidikan yang rendah seakan memberi gambaran akan bagaimana keluarga berinteraksi dengan air.
Pada sebuah jurnal, tercatat bahwa bahkan untuk partisipasi bersifat informatif saja, angka partisipasi hanya mencapai 32%. salah paham akan air
Dari jurnal tersebut, penulis juga menyampaikan bahwa, angka partisipasi tersebut mungkin terpengaruh oleh beberapa faktor seperti:
- Keterbatasan kemampuan masyarakat mengambil keputusan
- Informasi mengenai pengolahan air yang kurang memadai
- Minimnya peran pembuat kebijakan mengidentifikasi masalah ini
Sehingga dari temuan ini, kita dapat menilai diri kita masing-masing, apakah selama ini pemahaman kita akan air sudah berada pada jalur yang benar?
Salah Paham Akan Air: Fakta yang Menipu
Dari aktivitas yang bersinggungan dengan air setiap harinya kita dapat menganalisa, bagaimana sejatinya pemahaman seseorang akan air. salah paham akan air
Sebuah penelitian menjelaskan akan sebuah pertanyaan mendasar yaitu,
“Does the way an individual perceives water (i.e., as a commodity, a human right, private resource, public resource and/or natural resource) influence consumption and conservation of water, and sentiments towards control and allocation of water?”
Artinya apakah kesadaran individu akan air (entah itu kesadaran bahwa air itu dianggap komoditas, sebagai hak asasi manusia, sebagai sumber kekayaan pribadi, sumber kekayaan publik atau sumber kekayaan alam) memberi pengaruh pada pola konsumsi dan pola konservasi dari air, serta sikap terhadap pengawasan dan akses kepada air?
Mungkin pertanyaan ini terkesan rumit, sederhananya, informasi yang diterima seseorang akan air apakah mempengaruhi sikapnya ketika berhadapan dengan air?
Baik, kita ambil contoh, seorang yang hidup di daerah pesisir tanpa ada daerah resapan atau pegunungan, air hanya tersedia saat musim hujan. salah paham akan air
Pertanyaannya, kira-kira apa yang ada di dalam benak mereka? Ya, tentu, air adalah komoditas berharga, tidak ada air tidak ada kehidupan. salah paham akan air
Contoh sebaliknya, seorang yang hidup berdekatan dengan sumber mata air pegunungan, hanya menggali tanah beberapa meter air sudah keluar.
Pertanyaannya, kira-kira apa yang ada di dalam benak mereka? Ya, tentu, air adalah sumber kekayaan alam yang berlimpah. salah paham akan air
Contoh berikutnya, seorang yang hidup di perkotaan, dekat dengan sumber air, namun sumber tersebut tidak bisa langsung dia gunakan. salah paham akan air
Pertanyaannya, kira-kira apa yang ada di dalam benak mereka? Ya, tentu, pengolahan air adalah hal yang wajar dan bahkan harus ada. salah paham akan air
Salah Paham Akan Air: Air Sesuai Dugaan
Dari beberapa contoh ini sedikitnya bisa memberikan kita gambaran akan bagaimana informasi dari sekitar kita membentuk sikap kita terhadap air.
Sebagian menganggap air itu komoditas berharga, sebagian menganggap air adalah kekayaan alam berlimpah, sebagian menganggap konservasi air adalah hal yang wajar.
Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan menguji pemahaman tersebut dan bertanya, apakah benar jika saya memahami air seperti pemahaman saya saat ini?
Dan dari semua pemahaman di atas, apakah benar jika air senantiasa ada dan akan selalu datang saat kita butuhkan?
Seperti mereka yang di pesisir berharap tiap hujan air akan bisa memenuhi kebutuhan mereka? Atau akankah ada hujan?
Seperti mereka yang di pegunungan, apakah benar jika air kekayaan alam berilmpah? Bukankah kekayaan alam berlimpah juga bisa habis? salah paham akan air
Seperti mereka yang di kota, apakah benar jika pengolahan air itu wajar? Sampai kapan pengolahan air terus kita lakukan?
Karena dari semua contoh di atas masih terdapat suatu hal yang lebih mengancam kehidupan mereka, isu air cenderung diabaikan dan mereka kembali ke fakta yang selama ini mereka pilih untuk percayai.
Kembali kita ke beberapa bahasan di awal, bahwa, dalam konteks historis, manusia pernah mengalami kondisi yang sama.
Artinya, mereka memiliki fakta akan air yang menjadikan mereka mengira bahwa air dapat berjalan sesuai dengan kemauan mereka, dugaan mereka. salah paham akan air
Jika kita tanyakan mengapa? Singkatnya, mereka akan mengacu kepada fakta-fakta yang ada, baik dari sisi historis maupun teknis. salah paham akan air
Sederhananya, gambaran paling mudah adalah bagaimana kondisi tersebut tertera dalam teks religius di dalam Al-Quran Surat Al-Kahf:32-35.
Salah Paham Akan Air: Dampak Akan Air Sangat Minim
Dari pola pikir yang sebelumnya, yang hanya mengacu pada fakta yang ada saat ini, manusia cenderung mengambil sikap perencanaan jangka pendek.
Jika ditanya mengapa demikian? Kami yakin secara sederhana, mereka akan menjawab, “banyune turah, mas”, yang artinya, “airnya banyak, mas” (jadi mengapa kami harus khawatir akan dampak jangka panjang?-pen).
Hal ini kemudian yang mendominasi pola pikir psikologis, yang kemudian berubah menjadi kebijakan dan sistem secara struktural. salah paham akan air
Uniknya adalah, orang yang sama yang menyatakan pernyataan sebelumnya juga orang yang berkeluh kesah terkait kondisi air yang kian memburuk belakangan ini.
Potret demikian bukan hanya terjadi di Indonesia dan Jawa namun juga di daerah-daerah dan negara-negara lain, yang notabene masih dalam kategori berkembang.
Pendidikan dan juga kemauan seluruh pihak terutama keluarga untuk mendukung terciptanya budaya menjaga air memainkan peranan penting. salah paham akan air
Karena jika dari poin keluarga sudah “kebobolan” maka tentu efek domino setelahnya bak bom waktu yang akan meledak jika tim penjinak bom tidak segera bertindak dan berhasil menjinakkannya.
Langkah Perbaikan dalam Memahami Air
Bagaimana menjadi tim penjinak bom yang mampu menijnakkan bom waktu? Atau sebelum itu, mengapa harus saya yang menjinakkan bom waktu itu?
Pertanyaan jujur dan menarik, yang mana jawabannya hanya bisa kita miliki manakala kita sebagai manusia masih memiliki kepedulian. salah paham akan air
Menjinakkan bom waktu berupa terbatasnya air bersih sebagaimana diprediksi para peneliti yang akan terjadi dan menimpa separuh populasi dunia di 2050, tidak memerlukan kemampuan tingkat tinggi, kebalikan dari menjinakkan bom.
Hal paling sederhana adalah kepedulian, kepedulian akan diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri jika pola interaksi manusia dewasa ini, memiliki pergeseran dari makhluk sosial menjadi makhluk individual. salah paham akan air
Sikap manusia terhadap percepatan perkembangan teknologi yang tidak berimbang dengan kecerdasan emosional, menjadikan teknologi sebagai kambing hitam.
Banyak yang bersuara, bahwa teknologilah yang menyebabkan manusia menjadi seperti sekarang ini, dan serta merta mengabaikan, bahwa sejatinya disana ada pilihan yang ditentukan manusia dan bukan teknologi.
Pada konteks air pun, kita memilih, memilih untuk peduli atau tidak peduli, dan tidak bisa juga kita menyalahkan pihak lain, karena pilihan itu sempat ada di tangan kita.
Paham Akan Air: Fakta yang Membangun
Langkah perbaikan pertama yang perlu kita lakukan adalah mengedepankan fakta yang membangun, sebagai kebalikan atau anti-thesis fakta-fakta yang menipu.
Perihal fakta yang membangun ini bukan tanpa tantangan, ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tercapainya pola pikir menanggapi sebuah fakta. salah paham akan air
Sekali lagi peranan pendidikan, terutama di dalam keluarga memainkan peranan penting dalam menggiring fakta-fakta yang ada dan bisa menjadi tanggapan yang justru membangun.
“Tidak ada waktu untuk itu…”
Keyakinan kami, setidaknya pada beberapa pembaca, kami yakin jika kalimat di atas atau semisalnya, apapun itu, intinya adalah “saya tidak peduli,” ada dalam benak.
Kembali lagi kami bawakan analogi sederhana, jika ada bom waktu yang mengancam kehidupan, anggaplah tidak langsung berefek kepada nyawa, setengah dari populasi, apakah kita masih tidak peduli?
Jangan menyalahkan teknologi yang seolah menjadikan kita individu yang tidak peduli, karena kepedulian itu sudah pernah hinggap di dalam benak kita, kami yakin akan itu.
Mengolah fakta yang kita dapat dari contoh-contoh yang ada, dapat kita lakukan dengan beragam teknik dan cara hingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan.
Pembangunan yang dimaksud di sini adalah pembangunan secara umum, dan yang paling penting adalah pembangunan karakter. salah paham akan air
Bagaimana fakta-fakta yang ada menjadikan pola interaksi kita dengan air menjadi pola interaksi yang justru membangun peradaban hidup dari air dan bersandingan dengan air.
Tidak saling merusak antara satu sama lain seperti yang akhir-akhir ini sudah kita lihat dampaknya, bagaimana di suatu titik, air juga mampu merusak kita. salah paham akan air
Paham Akan Air: Air adalah Komoditas Dinamis, Karena Yang Paling Banyak Memanfaatkannya juga Sangat Dinamis
Ludwig Feuerbach, menyatakan sebuah pernyataan yang cukup terkenal hingga saat ini,
“Man is what he eats”,
artinya manusia itu tergantung apa yang dia “makan”(artinya yang dia konsumsi).
Dan dalam konteks air pun juga berlaku,
“Water is how man consumes”,
artinya, air itu tergantung dari bagaimana manusia menggunakannya, karena pola konsumsi manusia secara langsung membentuk kualitas air. salah paham akan air
Maka semakin dinamis manusia dalam kehidupannya dengan kaitannya dalam mengkonsumsi air, sedinamis itu pula kualitas air yang akan dihadapi manusia ke depan. salah paham akan air
Sehingga, mitos bahwa air tidak akan berubah meski bagaimana pun manusia berperilaku terhadapnya agaknya harus kembali kita pikirkan. salah paham akan air
Jika peringatan demi peringatan yang telah ditunjukkan kepada kita beberapa tahun terakhir tidak “mempan” dalam memberikan “wejangan” pada kita, maka jenis dan bentuk peringatan apalagi yang kita tunggu?
Paham Akan Air: Dampak Akan Air Sangat Besar
Jika pengabaian terhadap air akan memberikan dampak terhadap kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup di dunia, apakah ada yang menganggap itu kecil?
Jika masih ada yang menganggap dampak air tidak signifikan, minim, tidak terlihat, dan seterusnya, maka bertaubatlah dan kembalilah ke jalan yang benar. salah paham akan air
Bukan hanya satu kejadian atau bencana alam yang disebabkan oleh air yang berasal dari campur tangan manusia menelan korban jiwa. salah paham akan air
Masihkah kita merasa tangan-tangan kita suci dan bersih dari dosa pengabaian terhadap air?
Lalu bagaimana berpikir bahwa dampak air begitu besar? Tentu caranya adalah mengedepankan pemikiran berhadapan dengan air tidak bisa dengan cara sederhana dan harus dengan tujuan besar.
Maka jangan ada lagi pola pikir kapitalis, yang menyesatkan, akan air seperti, berhadapan dengan air dengan modal sekecil-kecilnya memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Lihat dengan kedua mata lahir dan mata batin Anda, mungkinkah suatu hal besar tercapai dengan perngorbanan dan usaha sekecil mungkin?
Bukankah mereka yang menuhankan kapitalisme juga yang mengatakan,
“A man reaps what he sows”
artinya, “seorang akan mendapatkan apa yang dia tanam”, maka tentu ketika kita bergerak seminim mungkin, akan aneh rasanya jika kita mendapat timbal balik yang besar.
Potret ini sejatinya sudah bisa kita lihat, bagaimana sebagian besar negara-negara maju sudah bertaubat dari pemahaman kapitalis yang usang buatan mereka sendiri.
Australia yang menghasilkan air tawar menggunakan bahan baku air laut untuk menghasilkan air tawar dengan proses desalinasi. salah paham akan air
Kesimpulan
Air tidak sama lagi seperti yang dulu pernah kita kira, karena manusia juga berubah dan tentunya berdampak pada bagaimana interaksi manusia dengan air. salah paham akan air
Oleh karena itu, manusia juga tidak bisa berpegang pada teori dan informasi usang tentang air dan harus menerima fakta bahwa perubahan terus terjadi, termasuk pada air.
Perubahan ini, faktanya, sangat dipengaruhi oleh bagaimana manusia bersikap dalam melakukan aktivitas konsumsinya.
Sehingga, dengan demikian, pertanyaan kembali ke dalam diri kita masing-masing, apa yang akan kita lakukan?
Mengawal perubahan ini dan tetap adaptif terhadap perubahan yang akan terus terjadi dengan mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan dalam hidup?
Atau kita hentikan perubahan, dan melawan naluri kita sebagai manusia yang senantiasa berubah, dinamis dan berkembang, karena kita terlalu pesimis?
Atau justru kita biarkan saja kondisi yang ada dan tidak perlu ada perubahan pola pikir, dan kita biarkan yang terjadi tetap terjadi, karena kita juga dalam tanda kutip, terlalu optimis?
Pilihan ada di tangan kita, dan setiap pilihan kita menimbulkan konsekuensi bagi kita dan semua makhluk yang ada di bumi ini. salah paham akan air